Pembagian Warisan: Pilih mengikuti hukum Islam ataukah mengikuti suara mayoritas ahli waris?

Aku sering menjumpai kasus pembagian warisan di kalangan “kaum santri” sebagai berikut. Seorang ahli waris menghendaki pembagian menurut hukum Islam, sedangkan para ahli waris lainnya menghendaki pembagian secara “kekeluargaan” atas dasar “musyawarah” (atau “demokrasi”). Kepada pihak mana kita berpihak? Kalau aku sih memilih berpihak kepada hukum Islam meskipun akibatnya adalah bahwa diriku menjadi tidak disukai atau bahkan dibenci oleh banyak orang.

Bagiku sendiri, “kaum santri” yang tidak mau berpegang kepada hukum Islam itu “munafiq”. Penyingkiran hukum Islam dari ranah kehidupan kita itu merupakan kemungkaran. Kalau bisa, aku ingin melawannya dengan “tangan” (kekuatan), tapi aku kekurangan daya. Ingin pula aku menentangnya dengan “lidah” (kata-kata), tapi aku tak fasih berkata-kata di depan mereka. Namun setidak-tidaknya aku dapat menyikapinya dengan “hati” (doa).

Aku sendiri menghargai perbedaan pendapat dalam penerapan hukum Islam. Aku menghargai hasil ijtihad yang berbeda-beda. Namun, aku kurang bisa menghargai pandangan yang dilandasi hawa nafsu. Yang aku lihat, “kaum santri munafiq” tersebut tidak menyatakan diri bersikap berdasarkan ijtihad. Padahal, kalau bukan berdasarkan ijtihad, lantas berlandaskan apa? Berdasarkan nafsu “ingin menjaga nama baik keluarga”?

Ada “santri munafiq” yang beralasan bahwa mereka tidak berpaling dari hukum Islam. Mereka berniat baik hendak menjaga ukhuwah, katanya. Dengan menjaga ukhuwah itu, mereka berarti menjalankan tuntunan Islam.

Kalau begitu, pertanyaanku:
Mengapa Islam mengajarkan pembagian warisan secara eksak dan rinci?
Kalau memang kehendak menjaga ukhuwah itu berada di atas segala pertimbangan lain, bukankah Islam tidak perlu mengajarkan hukum pembagian warisan secara eksak dan rinci?
Kalau memang kehendak menjaga ukhuwah itu berada di atas segala pertimbangan lain, tidakkah mestinya Allah itu cukup memerintahkan kita untuk bermusyawarah saja mengenai bagaimana pembagiannya?
Apakah tidak bisa diartikan bahwa justru berpegang kepada hukum Islamlah yang lebih menjamin ukhuwah islamiyah dan bukan “ukhuwah jahiliyah”?

Comments
4 Responses to “Pembagian Warisan: Pilih mengikuti hukum Islam ataukah mengikuti suara mayoritas ahli waris?”
  1. Irawan Danuningrat berkata:

    Assalamu’alaikum wr.wb.

    Dalam menyikapi hukum waris Islam, saya pribadi beserta keluarga sepakat utk sepenuhnya mengikuti ketentuan hukum waris Islam sebagaimana tertuang dalam al-Qur’an. Tak sedikitpun keraguan kami terhadap kebenaran, keadilan dan keutamaan hukum-hukun-Nya. Jika memang salah seorang anggota keluarga berniat “berbagi harta” kepada saudaranya, bukakah peluang tersebut senantiasa terbuka dalam bentuk hibah maupun sedekah dimana dlm hal tsb Allah juga secara khusus sediakan anugrah/pahala tak ternilai bagi mereka yg peduli dan ikhlas berbagi dengan sesama saudaranya? Manakala harus membagi harta waris, seyogianya
    Bagikanlah harta waris tsb berdasarkan hukum Allah — insyaallah disana berserak ridla-Nya. Bagi mereka yg merasa berlebih, keluarkanlah sedekah/hibah dari harta yg Allah percayakan kepada kita bagi siapapun yg kita yakini layak untuk menerimanya memenuhi niat dan keikhlasan kita — insyaallah Allah akan ridla dan tambahkan rizki buat kita.
    Sungguh menyedihkan manakala kaum muslimin terpedaya oleh paradigma “kesetaraan” dan “keadilan manusiawi” malah secara sadar mengabaikan/melanggar ketentuan Allah karena memandang hukum waris Allah tsb tidak adil… astagfirullah.

    Wassalamu’alaikum wr.wb.

  2. ass, simple aja. kalo orang yang memang gak mw ikut syariat islam jangan masuk islam,.. karena sebenernya islam pazti memberi jalan yang terbaik bwt umatnya kalo mereka mengetahuinya,…

  3. A.J.I berkata:

    ada juga yang membagi berdasarkan adat jawa

Trackbacks
Check out what others are saying...
  1. […] 1) Hubunganku dengan sejumlah orang “dekat”-ku, antara lain tersulut oleh masalah uang dan uang. (Diantaranya, lihat “Pembagian Warisan: Pilih mengikuti hukum Islam ataukah mengikuti suara mayoritas ahli waris?“) […]



Tinggalkan komentar